“Sekarang jumlah publikasi internasional Indonesia 30.924 dan Malaysia 31.968,” katanya. Dia mengatakan, jumlah publikasi Indonesia ini memang cukup mengejutkan sebab pada 2013-2015 lalu publikasi Indonesia selalu di bawah lima negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Guru besar akuntansi Undip ini juga mengapresiasi berbagai inovasi yang telah dihasilkan, mulai Plasma Nanobubble yang membantu mengurai bakteri penyebab bau di Kali Sentiong dan Kali Item, konverter-kit generasi 2 yang menghemat bahan bakar, cat antiradar, katalis merah putih ITB, padi IPB 3S, benih jagung Brawijaya Sweet 2 dan Sweet 2, mesin plasma ozon, hingga motor listrik Gesits yang rencananya akan diluncurkan Maret nanti.
Dirjen Riset dan Pengembangan (Risbang) Kemenristek-Dikti Muhammad Dimyati menjelaskan, paten itu bersumber dari hasil penelitian yang meningkat. Maka jika penelitian meningkat, jumlah inovasinya pun naik signifikan. “Namun, yang menjadi PR adalah bagaimana agar paten itu produktif supaya dipakai di industri,” jelasnya. Dimyati mengakui bahwa ada UU Paten memang memberikan kemudahan bagi peneliti untuk mendaftarkan paten. Selain itu, para peneliti juga mendapatkan royalti, juga ada afirmasi untuk biaya pemeliharaan paten.
BERITA TERKAIT +
Izin Pendirian PTS dan Prodi Dipercepat
80 Kampus Garap Produk Unggulan Daerah
Tuan Rumah Rakernas Kemenristekdikti, Undip Tak Sediakan Plastik dan Kertas
Baca Juga: Pendirian Kampus Baru Harus Sesuai Potensi
ADVERTISEMENT
Dirjen menjelaskan, untuk pemeliharaan paten biayanya digratiskan selama lima tahun. Selanjutnya pada tahun keenam hingga masa berlaku paten, itu habis hanya bayar 10%. “Paten biasa itu (berlakunya) 20 tahun dan paten sederhana 20 tahun. Jadi, 10-20 tahun itu hanya 10% bayarnya (pemeliharaan paten),” jelasnya. Dimyati mengatakan, contoh paten yang sudah diproduksi seperti pengalengan gudeg yang dibuat LIPI, implant tulang, BPPT yang menghasilkan obat-obatan herbal dan pembungkus kapsul.
Dia berharap akan semakin banyak industri yang melamar hak paten itu sehingga semakin bermanfaat di masyarakat. Anggota Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia (FRI) Asep Saifuddin berpendapat, WIPO memang mencatat hak kekayaan intelektual secara umum termasuk paten dan buku. Oleh karena itu, jumlah paten yang bisa terdaftar itu bisa meningkat lebih baik karena potensi pengusul paten itu bisa dari banyak sumber. Tidak hanya pembuat teknologi, tetapi juga buku. Rektor Universitas Al Azhar Indonesia ini menjelaskan, adanya lonjakan jumlah paten ini merupakan kabar gembira.
Hal ini mencerminkan adanya peningkatan produktivitas menulis, membuat prototipe, dan inovasi lain. Hal ini juga menunjukkan bahwa proses administrasi pendaftaran hak kekayaan intelektual di Indonesia mulai cepat. Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia Said Hamid Hasan berpendapat, pemerintah harus mendorong dunia industri untuk bisa memproduksi berbagai paten yang telah terdaftar tersebut. Pasalnya, banyak paten tersebut yang tidak diproduksi karena dunia bisnis Indonesia yang tidak mampu memasarkannya.
Sumber: OkeZone